Seminar Ranperda Tanah Ulayat, DPRD Sumbar Hadirkan LKAAM dan Ninik Mamak
PADANG,– (11/01/2023), DPRD Sumbar menggelar seminar Ranperda Tanah Ulayat. Seminar ini merupakan lanjutan dari pembahasan yang dilakukan secara marathon, termasuk mengakomodir masukan dari wali nagari di kabupaten Agam.
Seminar Ranperda Tanah Ulayat yang digelar, Rabu (11/1/2023) di ruang sidang DPRD Sumbar, dibuka oleh Wakil Ketua DPRD Sumbar Suwirpen Suib.
Dalam sambutannya Suwirpen mengatakan, seminar bertujuan memberikan solusi, dan pemahaman serta pengaturan tanah ulayat.
“Peraturan tanah ulayat ini, dapat memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum, baik dari dasar hukum adat dan yang mempunyai tanah ulayat serta investor yang menanamkan investasi di tanah ulayat,” terang Suwirpen.
Ditambahkannya, kehadiran peraturan daerah tanah ulayat tentu saja dapat mewujudkan tertib administrasi tanah ulayat, sehingga sengketa bisa berkurang.
“Penyusunan Ranperda Tanah Ulayat ini juga dapat mendukung realisasi pencapaian target penataan tanah melalui program tanah sistematis lengkap/PT SL yang digagas Presiden Jokowi, sekaligus menjadi instrumen hukum mendukung kebijakan hukum pemerintah daerah dalam memberikan pelayanan dan perizinan dan kemudian berusaha di daerah,” terangnya.
Seminar berguna untuk memperkaya muatan draf ranperda tanah ulayat, untuk itu perlukan masukan dan saran dari semua pihak, maka dalam seminar dihadirkan.
Sekaitan dengan seminar tersebut, Ketua umum LKAAM Sumatera Barat Fauzi Bahar Dt. Nan Sati mengatakan, soal tanah ulayat yang sudah ada penerbitan Hak Guna Usaha ( HGU) agar ditinjau ulang, karena ihaknya ada menemukan kasus- kasus tanah ulayat dengan perusahaan di Sumatera Barat.
“Lakukan tinjau ulang agar tidak bermasalah dikemudian hati, kita juga sengaja agar investor minta izin, dan selanjutnya harus seizin ninik mamak setempat,” ujar Fauzi Bahar Dt Nan Sati saat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sumatera Barat menggelar seminar rancangan peraturan daerah tentang tanah ulayat di ruang rapat utama DPRD Provinsi Sumbar.
Diterangkan Fauzi Bahar, meski sudah mendapat izin resmi, fakta di lapangan masih terjadi persoalan.
“Ada tujuh prinsip tanah ulayat menurut adat memakai soal kepemilikan, pemanfaatan, waktu pemanfaatannya, soal habisnya masa perjanjian, soal menentukan tapal batas, pembagian hasil tanah ulayat, perubahan status tanah ulayat,” jelas Fauzi Bahar.
Dia juga meminta semua tanah harus disertifikatkan, pusako tinggi dan pusako randah tanpa terkecuali.
Dalam seminar tersebut juga mengundang semua unsur masyarakat secara umum, hal itu disampaikan Anggota DPRD Provinsi Sumbar Desrio Putra, merupakan Ketua tim pembahasan ranperda tentang tanah ulayat.
“Ranperda bisa dijalankan tingkat masyarakat karena menyangkut tanah ulayat dan masyarakat banyak, maka sebab itu pihaknya tidak ingin tidak melibatkan unsur masyarakat, untuk mengakomodir semua kepentingan berkaitan dengan tanah ulayat,” terang Desrio.
Dia juga menegaskan, pansus membuka ruang seluasnya, agar dapat menerima masukan dalan berkontribusi pada ranperda tanah ulayat, yang nantinya diharapkan pemda dapat menjalankan perda untuk kesejahteraan masyarakat.
“Kami sudah mengunjungi daerah lain, belum ada satu daerah pun yang kami kunjungi memiliki perda menyangkut tanah ulayat atau tanah milik adat, atau tanah warisan suku, jika ini disahkan maka ini merupakan perda pertama di Indonesia, maka kita meminta semua peserta seminar bisa memberikan masukan,” katanya lagi.
Seminar pembahasan ranperda tanah ulayat juga dihadiri stakeholder di antaranya, Kementerian ATR/BPN, Kementerian Dalam Negeri, Ketua LKAAM Sumbar ,Akademisi FISIP Unand Bidang Sosiologi,pimpinan dan anggota Komisi I DPRD Provinsi Sumbar diantarnya ketua Sawal, Wakil Maigus Nasir, Sekretaris Rafdinal, anggota Hendra Irwan Rahim, Irzal Ilyas, OPD dan ninik mamak se-Sumatera Barat.